Selasa, 23 Februari 2010

Lelang Aset Macet Mandiri Terhambat PTUN

JAKARTA--MI: Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pontianak mengabulkan permohonan Benua Indah Group (BIG) untuk menunda pelaksanaan lelang aset. Padahal, Mahkamah Agung sudah mengeluarkan putusan Kasasi yang memenangkan PT Bank Mandiri Tbk serta Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta 1.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Treasury FI & Special Asset Management Bank Mandiri Thomas Arifin menyesalkan putusan tersebut. Dia mengatakan putusan kasasi Mahkamah Agung untuk kasus ini sudah terbit. Putusan itu telah memiliki kekuatan hukum tetap sehingga seharusnya tidak ada lagi penghalang bagi KPKNL Jakarta 1 dan Bank Mandiri untuk melakukan eksekusi aset-aset Benua Indah.
"Kami memiliki perhatian yang kuat untuk membenahi kredit bermasalah dengan bertindak sesuai ketentuan yang berlaku terhadap para debitur yang tidak kooperatif menyelesaikan masalah kreditnya dan kami sangat menyayangkan keluarnya Penetapan PTUN Pontianak yang menunda pelaksanaan lelang aset BIG," jelas Thomas, Selasa (23/2).
Lebih jauh, Thomas mengatakan lelang tersebut dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan utang BIG. Selain itu, petani Plasma juga telah meminta KPKNL Jakarta I untuk segera melelang aset Benua untuk memperbaiki nasib petani apabila aset-aset tersebut beralih kepada investor lain. Benua Indah Group (BIG) Divisi Perkebunan terdiri dari PT Subur Ladang Andalan, PT Antar Mustika Segara, PT Bangun Maya Indah dan PT Duta Sumber Nabati, merupakan debitur macet yang penanganan kreditnya telah diserahkan kepada pihak KPKNL (dahulu PUPN) tanggal 12 April 2005.
Jumlah hutang macetnya sebesar Rp480,7 miliar ditambah Biaya Administrasi Piutang Negara sebesar 10% dari Total Hutangnya. Thomas menambahkan, selama ini Benua tidak memenuhi pembayaran angsuran petani dari hasil penjualan TBS (Tandan Buah Segar) sebesar 30% yang dipotong Perusahaan Inti (BIG) kepada Bank. Posisi tunggakan dimaksud berdasarkan catatan Bank per Desember 2009 mencapai Rp60,5 miliar.
Petani juga mengalihkan penjualan TBS ke daerah lain yang jaraknya cukup jauh. Hal ini mengakibatkan harga TBS per kilogram menjadi rendah, karena Pabrik Kelapa Sawit (PKS) BIG berhenti beroperasi. "Kalau hal ini dibiarkan berlarut-larut penyelesaiannya maka akan mengakibatkan nilai aset semakin merosot dan berdampak pada berkurangnya tingkat pengembalian piutang negara serta dikuatirkan akan menjadi preseden yang kurang baik bagi penyelesaian kredit bermasalah," tambah Thomas. (Toh/OL-03)
Sent from my BlackBerry® powered by

Tidak ada komentar:

Posting Komentar